Film 'La Tahzan', dari sastra motivasi ke cerita berbau religi

Poster film La Tahzan
Buku aslinya, La Tahzan for Students, berisi kisah-kisah nyata tentang perjuangan beberapa mahasiswa/i Indonesia di Jepang. Setop sampai di sini pun, saya langsung teringat pada novel-novel dengan tema yang sama, macam Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, dan 9 Summers 10 Autumns. Mari kita menamai mereka semua "sastra motivasi" yang intinya mengundang pembacanya untuk bermimpi tinggi-tinggi; dari nol sampai sukses, dari jualan kerbau di kampung sampai bisa sekolah di luar negeri.

Nah, salah satu cerpen di buku itu yang berjudul "Orenji" diangkat ke layar lebar, namun dengan judul La Tahzan. Masalahnya, sutradara dan penulis naskah menganggap film itu tidak bakal menarik kalau hanya berkisah tentang dinamika studi si pemeran utama Viona (Atiqah Hasiholan) di Jepang.

Maka diciptakanlah karakter fiktif blasteran Indonesia-Jepang, Yamada (Joe Taslim), yang entah mengapa jatuh cinta pada si perempuan Indonesia yang unyu-unyu itu.

Biar makin menarik, Yamada pun dibikin rela untuk menjadi mualaf demi bisa menikahi Viona. Ini resep gampangan mujarab pemikat penonton yang pernah dipakai pula oleh Ayat-Ayat Cinta (meskipun pada film yang terakhir si perempuan Kristen lantas dimatikan begitu saja). Sebab haram hukumnya jika justru Viona yang meninggalkan institusi agamanya demi Yamada--kecuali penulis naskah tak sayang nyawa, tak mungkin dia berbuat demikian.

Agar terlihat lebih rumit, dilema cinta segitiga diciptakan dengan kehadiran teman masa lalu Viona, Hasan (Ario Bayu). Dan tiba-tiba konflik film pun berkisar seputar cinta, agama, dan pernikahan.

Lantas, di mana suasana perjuangan akademik dan adaptasi budaya mahasiswa Indonesia di Jepang yang justru seharusnya menjadi nafas cerpen "Orenji" tersebut? Oh, penulis naskah Jujur sendiri mengaku, "There is less exploration of culture shock, true, [...] And we weren’t certain that such a story would appeal to Indonesian viewers. It was my idea to focus on the romantic aspect."

Jadi? Bukan hanya film La Tahzan menyimpang dari semangat utama sastra motivasi "Orenji" khususnya dan La Tahzan for Students umumnya, melainkan juga mengangkat isu yang bukan perhatian utama penulis "Orenji". Wartawan The Jakarta Globe bahkan menamai laporannya "Love Story of an Indonesian Japan Explores Faith Issues". Label "sastra motivasi" sendiri berkonotasi buruk di telinga para pelaku dan kritikus sastra (lihat ini dan ini), apa lagi cerita cinta yang melulu tersandung perbedaan agama dan diselesaikan dengan "kemenangan" salah satunya.

Sejauh ini, yang patut diapresiasi barulah Viona yang digambarkan tidak berjilbab, berbeda dari tampilan tipikal aktris dalam film-film religi.

No comments:

Post a Comment

I'd like to hear from you. Put your comments below!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...